Dia disana.
Dia disana. Dia disana, apakah ini mimpi? Jarakku
dan dia hanya sekitar lima langkah, kau percaya itu? Aku menelan ludah, lebih
karena gugup. Apa benar yang kulihat adalah dia?
Aku melihatnya. Dia
disana, berjalan ke arahku. Tapi dia tak memperhatikanku. Dia sedang tertawa,
tertawa, kau percaya itu? Entah berapa lama aku sangat berharap bisa melihat
senyumnya.
Dan sekarang aku bisa
melihatnya. Senyumnya, hal yang aku ingin lihat selama ini. Aku menggigit
bibirku. Benarkah itu disana dia?
Dan dia semakin dekat,
dekat. Pandanganku mengikuti kemana ia pergi. Lalu dia mendekat, dan
dia.....melihatku. Dia melihatku saat aku melihatnya. Kami bertatap-tatapan,
kau bisa bayangkan? Sudah lama aku berharap bisa bertatapan dengannya, melihat
matanya. Ya, itu mungkin hanya sedetik.... Tapi tatapan itu membuat kupu-kupu
muncul dalam perutku.
Dan dia pergi,
melewatiku. Bertatap namun tak bicara. Aku yakin dia melihatku.
Aku penasaran. Aku
belum puas melihatnya. Tentu saja, aku menunggu berbulan-bulan hanya untuk
bertemu dengannya. Dan sekarang, saat waktunya kami bertemu, tidak ada
percakapan? Bahkan hanya sekedar sapaan? Aku harus bisa menyapanya.
Akupun mengikutinya.
Dan sekarang jarak kami
hanya sekitar 10 langkah. Dia masih berkumpul bersama teman-temannya, begitupun
aku. Tapi aku tau dia melihatku. Setiap aku menoleh ke arahnya, aku tau dia
sedang memperhatikan aku, lalu kemudian ia membuang muka. Beberapa kali.
Aku ingin datang
padanya. Aku ingin tersenyum padanya dan bilang “Hai!”. Aku hanya ingin dia tau
aku disini untuk melihatnya. Apakah itu mudah? Tapi kenapa rasanya begitu
sulit?
Aku melihatnya. Disana,
dia bersama teman-temannya. Cowok dan cewek. Aku menelan ludah. Kadang aku iri pada
cewek-cewek yang ada disekitarnya, di setiap hari. Mereka bisa melihatnya,
bercanda dengannya, tertawa bersamanya, menatap matanya. Setiap hari, kau
percaya? Sementara aku, hanya bisa
menatapnya di foto. Mungkin bagi mereka yang tak punya perasaan apa-apa
padanya, itu hal yang benar-benar gak penting. Tapi hal kecil itu adalah
keinginan terbesar untukku. Maksudku, apa kau bisa bayangkan? Kau berada
disekitar orang yang kau sukai. Melihatnya tersenyum, tertawa bersamanya,
menatap matanya? Bukankah itu indah?
Aku menatapnya lagi.
Dia terlihat seperti salah tingkah. Aku mengurungkan niatku untuk menyapanya.
Aku takut, jika aku menyapanya, hal yang aku harapkan tidak terjadi.
Aku pun pergi dari
tempat itu, tapi untuk pergi dari tempat itu, aku harus berjalan melewatinya. Aku
mencoba mengendalikan perasaanku. Aku pura-pura tidak melihatnya, meskipun aku
tahu dia sudah tahu aku melihatnya.
Aku melewatinya.
Aku terus berjalan,
meninggalkannya dibelakang. Lalu aku berfikir, bagaimana kalau setelah ini aku
gak bisa melihatnya lagi? Gimana kalau setelah ini aku gak bisa ketemu dia?
Aku menutup mataku. Aku
bertanya-tanya dalam hati. Apakah saat aku menoleh kebelakang, dia akan ada
disana, menatapku dan tersenyum?
Andai saja.....
Aku menoleh kebelakang.
Apa yang kufikirkan? Dia tak mungkin menatapku.
Lalu aku salah.
Mungkin ini akan terdengar
klise karena sering ada di film-film, tapi ini benar-benar terjadi. Saat aku
menoleh, ke arahnya, dia sedang berdiri disana. Dia menatapku. Menatapku. Dan
sinar matahari sore menyorotnya. Aku menggigit bibirku. Aku harus apa?
Aku pun menatapnya untuk
beberapa detik. Lalu aku mengucapkan namanya tanpa suara. Aku tersenyum
padanya, semanis mungkin kalau bisa, dan melambaikan tanganku.
Apa yang kulakukan?
Bagaimana kalau dia tak membalas lambaianku dan malah membuang muka?
Tapi dia, disana, tersenyum.
He
has the cutest smile i’ve ever been seen.
Aku tersenyum kecil,
lalu berbalik.
Pipiku
panas.
Berjam-jam setelah itu,
aku sering melihatnya. Tapi aku tak yakin dia melihatku atau tidak, karna dia
tidak menyapaku.
Sudah berjam-jam aku
berputar-putar untuk mencarinya –untuk sekedar melihatnya, kau tau- tapi dia
sama sekali tidak melihatku. Useless,
kukira. Maka aku pergi ke depan panggung untuk menonton konser.
Ya, saat itu aku sedang
berada di sebuah Pentas Seni di salah satu sekolah.
Lalu kudengar seseorang
meneriakkan namaku. Entah karena apa, aku berfikir itu dia. Dia yang
memanggilku.
Aku mencari ke sumber
suara. Disana ada seorang cowok tinggi, tersenyum ke arahku.
Andai saja itu dia.....
tapi bukan.
Dia menanyakan namaku,
aku menjawab seadanya. Perasaanku masih campur aduk. Apa yang kufikirkan? Mana
mungkin dia menyapaku duluan.
Setelah cowok itu
pergi, aku berdiri sambil diam.
Kenapa dia tidak ada?
Kenapa dia tidak menyapaku? Kenapa? Aku nggak butuh orang lain. Aku cuma pingin
dia. Aku gak mau menarik perhatian cowok lain, aku hanya ingin menarik
perhatiannya. Aku tidak peduli kalau ratusan miliar cowok didunia ini tidak
suka padaku, yang penting dia menyukaiku.
Aku melirik ke rambutku
yang ikal. Aku menggigit bibir. Demi dia, di pagi hari aku mandi dengan bersih
lalu mengkeritingkan rambutku. Aku membeli baju baru, khusus untuk bertemu
dengannya. Semua ini kulakukan hanya untuknya. Aku tidak perlu pendapat orang
lain, aku hanya peduli pada pendapatnya.
Aku melakukan semua ini bukan untuk mendapat pujian dari orang lain, aku hanya
butuh pujiannya. Aku hanya ingin
terlihat cantik didepannya. Itu saja.
Tapi bahkan aku ragu
dia memperhatikan itu semua.
Tiba-tiba mataku panas.
Air mataku jatuh. Aku sedih, ya, aku sedih. Aku tak tahu kenapa, aku hanya
sedih. Aku hanya ingin dia disini, berada disampingku, itu saja...
Aku menghapus airmataku
dengan cepat. Aku ingin pulang. Aku berbalik ke belakang, bermaksud ingin
keluar dari tempat itu.
Tapi langkahku
terhenti. Ada dia disana!
Lalu aku tersenyum. Aku
juga bahkan tak mengerti kenapa tadi aku menangis dan sekarang, hanya karna
melihatnya, aku tersenyum. Dia bisa membuatku tersenyum begitu mudah. Bahkan
hanya dengan memikirkannya, aku tersenyum. Sesederhana itu.
Aku menoleh kearahnya.
Aku tahu ia sadar aku
memperhatikannya, tapi dia pura-pura tidak tahu.
Temannya melihatku, dan
menyenggolnya. “Tuh dia tuh” kata temannya sambil tersenyum menggoda.
Tapi dia, disana, hanya
menunduk.
Aku menelan ludah. Apa
dia benar-benar tidak mau berbicara padaku? Bahkan setelah selama ini, kita
menunggu waktu untuk bertemu?
Atau hanya aku saja
yang menunggu waktu ini?
Aku berbalik.
“Ya, semuanya, Glenn
Fredly lagi prepare dibelakang panggung. Mohon ditunggu!” MC diatas panggung
berteriak dengan semangat.
Aku tersenyum. Asik,
Glenn, batinku.
Hari semakin gelap, dan
Glenn keluar membawakan bermacam-macam lagu. Dari lagu senang sampai sedih.
Tapi semua lagu itu selalu mengingatkanku tentangnya..... Beberapa menit
sekali, aku menoleh ke belakang. Ya, dia berdiri tak jauh dari tempatku. Di
belakangku. Namun hal tersedih adalah, saat aku menoleh padanya, dia tak
menoleh kepadaku. Maksudku, saat orang melihatmu, itu menunjukkan dia sedang
memikirkanmu, bukan? Dan dia tak melihatku, aku pikir dia tidak ingat padaku.
Mungkin itu hal biasa, tapi sedih untukku, karena kau tau? Bahkan disaat
seperti ini, ditengah keramaian dan kesibukan, otakku selalu ingin meluangkan
waktu untuk mengingatnya.
Glenn membawakan lagu
terakhir, Kasih Putih. Saat itu semua lampu dimatikan, dan Glenn meminta kami,
para penonton untuk menyalakan lilin dari korek atau senter hp. Romantis
banget.
Kalau aja dia nontonnya
bareng aku. Bareng. Maksudku, dia memang
berdiri tak jauh dari tempatku, tapi kita gak
bicara. Kita gak bareng. Dia gak
sengaja nonton ini bareng aku. Kadang itu lebih sedih daripada gak ketemu.
Iyagaksih? Kau melihatnya, dia melihatmu. Tapi dia nggak bicara padamu.
Seolah-olah dia gak punya kesan. Seolah-olah dia pikir kita bukan orang yang
spesial untuk diajak bicara.
Dan Glenn selesai
membawakan lagu terakhirnya. Dan apa? DUARRRR! Kembang api dinyalakan. Aku tersenyum
kecil. Orang-orang disekitarku tertawa. Tertawa bersama temannya, tertawa
bersama pacarnya. Aku melihatnya, dia, disana tersenyum. Aku menatap kembang
api. Kita, aku dan dia, “melihat kembang api yang sama” bukan “melihat kembang
api itu bersama-sama.”
“Terimakasih yang sudah
datang! Sampai jumpa tahun depan” teriak MC. Semua pengunjung
berbondong-bondong menuju pintu EXIT untuk keluar. Karena tadi aku berada didepannya, sekarang aku
berjalan tepat dibelakangnya. Dan karna begitu banyak pengunjung yang mau
keluar, jalanan macet dan harus antri.
Dan aku diam berdiri
dibelakangnya. Tepat dibelakangnya.
Aku menatap punggungnya
yang bidang.
Aku menelan ludah. Bagaimana
bisa aku sedekat ini dengannya, dan kita tak bicara.
Rasanya sekarang aku
ingin meraih tangannya, lalu menggandengnya. Lalu dia menyambut dan tersenyum
padaku. Lalu dia mengantarku ke rumah, dan sebelum aku masuk rumah, dia tanya “Mau
gak jadi pacar aku?” Aku bilang iya. Dia pun bilang “Jangan tidur sebelum aku
chat” Lalu aku nungguin chatnya, nahan ngantuk. Lalu kemudian di statusnya ada
nama aku, dan distatus aku ada namanya. Lalu setiap pagi dia bilang Goodmorning,
lalu malemnya ngucapin Goodnight. Lalu main bareng, nonton film, fotobox, pegangan
tangan.... Lalu setelah itu anniv, sebulan, kita rayain bareng. Dua bulan, tiga
bulan.....
Apa aku berharap
terlalu banyak?
Tanpa kusangka, temanku
menyapanya. “Hai. Liat dibelakang kamu siapa”
Dan dia menoleh.
Ke arahku.
“Eeeeh...” dia
tersenyum melihatku.
Ada kupu-kupu
diperutku. Bukan. Bukan kupu-kupu saja..... Ada singa, gajah, seluruh penghuni
kebun binatang ada diperutku.
“Sama siapa kesini?”
“Sama ini....temen”
“Berapa orang?”
“Eh...Tujuh”
“Oh, abis ini mau
kemana?”
“Pulang”
“Sama siapa?”
“Dijemputkok”
“Pakai apa?”
“Mobil”
“Oh.....”
Antrian maju. Dia menoleh kedepan, berjalan begitu cepat, tanpa berkata apa-apa, sampai aku tak bisa menyusulnya..........Dan dia menghilang.
Apa aku berharap
terlalu banyak?
Ya, karna semua itu gak akan mungkin.